//

PERBUATAN SUNAH DALAM SHALAT (BAG. 4) : Membaca Surah Setelah al-Fatihah dan Takbir Perpindahan, KAJIAN FIKIH MAZHAB SYAFII

KAJIAN FIKIH MAZHAB SYAFII
FIKIH SHALAT

shalat-jamaah

PERBUATAN SUNAH DI DALAM SHALAT
(BAGIAN KEEMPAT)

10. Membaca ayat setelah al-Fatihah.
Dianjurkan membaca ayat atau surah setelah selesai membaca al-Fatihah pada rakaat pertama dan kedua bagi imam, munfarid dan makmum jika tidak mendengar bacaan imamnya. Yang paling afdhal adalah membaca minimal tiga ayat atau lebih. Membaca satu surah secara lengkap lebih baik dari membaca sebagian surah meskipun lebih panjang bacaannya. Dibolehkan membaca sebagian ayat jika maknanya dapat dipahami dengan benar.
Dianjurkan dalam shalat Magrib membaca surah-surah pendek di akhir Alquran (qishârul mufashshal), yaitu dari surah adh-Dhuhâ hingga an-Nâs. Dalam shalat Ashar dan Isya dianjurkan membaca surah-surah yang sedang (awâsithul mufashshal), yaitu dari surah an-Naba` hingga adh-Dhuhâ. Dan dalam shalat Zhuhur dan Shubuh membaca surah-surah panjang (thiwâlul mufashshal), yaitu dari surah al-Hujurât hingga an-Naba`. 

Dianjurkan pula membaca surah tertentu yang dibaca Nabi SAW pada shalat tertentu, misalnya membaca surah as-Sajdah dan al-Insân pada shalat Shubuh hari Jum’at. Semua anjuran ini jika para makmum rela dengan bacaan yang panjang. Jika tidak maka sebaiknya dibaca yang lebih ringkas.

Dianjurkan untuk mengurutkan bacaan surah dalam shalat sesuai urutan mushaf. Dan membaca bacaan yang lebih panjang pada rakaat pertama daripada rakaat yang kedua.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA: 
“Saya tidak pernah shalat di belakang seseorang yang paling mirip shalatnya dengan Rasulullah SAW dari si fulan. Lalu kami shalat di belakang orang tersebut. Ia memanjangkan dua rakaat pertama dari shalat Zhuhur dan meringkas pada dua rakaat terakhir. Ia juga meringkas pada shalat Ashar. Dan membaca dalam shalat Magrib dengan qishârul mufashshal. Membaca ketika shalat Isya dengan Wasysyamsi wa Dhuhâhâ dan sejenisnya. Serta membaca dalam shalat Shubuh dengan dua surah yang panjang.” (HR Nasa`i).

Diriwayatkan pula dari Abu Qatadah RA: 
“Rasulullah SAW membaca dalam shalat Zhuhur  pada dua rakaat pertama surah al-Fatihah dan surah lain dalam setiap rakaat. Kadang beliau memperdengarkan ayat yang dibaca kepada kami. Beliau memanjangkan bacaan pada rakaat pertama yang tidak dipanjangkan pada rakaat kedua. Dan beliau membaca surah al-Fatihah dalam dua rakaat terakhir pada setiap rakaat. Itulah yang dilakukan ketika Ashar, dan begitu pula Shubuh.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Tidak dianjurkan membaca surah setelah al-Fatihah pada rakaat ketiga dan keempat kecuali bagi masbuk yang tidak mendapatkan bacaan surah bersama imam maka dianjurkan membacanya ketika ia melengkapi rakaat agar shalat tersebut tidak kosong dari bacaan surah.

11. Membaca dengan keras atau lirih sesuai tempatnya masing-masing.
Yaitu bagi imam dan munfarid. Adapun makmum maka tidak dianjurkan karena dapat mengganggu imam dan mempertentangkan bacaan. Dan perempuan tidak dianjurkan jika berada di hadapan lelaki asing.
Jika melaksanakan shalat qadha yang jahriyah (keras) di waktu sirriyah (pelan) atau sebaliknya maka yang menjadi ukuran adalah waktu pelaksanaan.
Yang dimaksud mengeraskan bacaan adalah jika suara terdengar oleh orang yang di sisinya. Dan melirihkan bacaan adalah jika suara hanya terdengar oleh pembaca saja.
Tempat yang dianjurkan membaca keras adalah shalat Shubuh, dua rakaat pertama shalat Maghrib dan Isya, shalat Jum’at, shalat Ied (hari raya), shalat Istisqa` (meminta hujan), shalat Khusuf (gerhana bulan), shalat Tarawih, dan shalat Witir di bulan Ramadhan. Selain semua tempat itu dianjurkan untuk dilirihkan.

12. Memohon rahmat ketika mendengar ayat rahmat dan memohon perlindungan ketika mendengar ayat azab.
Seperti dengan mengucapkan: allahumaghfirlî warhamnî (ya Allah ampunilah dan berilah rahmat kepadaku). Dan membaca: allahumma a’idznî minannâr (ya Allah lindungilah aku dari neraka).
Diantara tempat membaca doa atau zikir yang lain yaitu:
  1. Ketika mendengar ayat yang memerintahkan bertasbih maka bertasbih.
  2. Setelah membaca akhir surah at-Tîn, dan al-Qiyâmah membaca: balâ wa ana ‘alâ dzâlika minasy syâhidîn (tentu, dan aku adalah salah satu saksinya).
  3. Di akhir al-Mursalât membaca: âmannâ billah (kami beriman kepada Allah).
  4. Di akhir adh-Dhuhâ membaca: alhamdulillah.
Diriwayatkan dari Hudzaifah RA bahwa ia melaksanakan shalat bersama Rasulullah SAW pada suatu malam. Ia berkata: “Dan jika beliau membaca ayat yang mengandung tasbih maka beliau bertasbih. Jika membaca ayat berisi permohonan maka beliau memohon. Dan jika membaca ayat berisi perlindungan maka beliau meminta perlindungan.” (HR. Muslim).

13. Menyimak bacaan imam.
Hendaklah makmum diam dan menyimak semua bacaan imam kecuali jika ia membaca al-Fatihah.

14. Membaca al-Fatihah bagi makmum setelah membaca amin.
Kecuali jika ia merasa tidak mampu menyelesaikan al-Fatihah maka dibolehkan membaca bersama imam.

15. Membaca takbir perpindahan (takbir intiqal) dan tasmi’.
Dianjurkan bagi imam, makmum dan munfarid untuk membaca takbir intiqal yaitu takbir yang menandai perpindahan dari satu rukun kepada rukun yang lain. Dan juga membaca tasmi’ yaitu bacaan sami’allahu liman hamidah ketika berdiri dari rukuk menuju i’tidal. Dianjurkan untuk memanjangkan bacaan takbir dan tasmi’ hingga sempurna gerakan menuju rukun berikutnya.
Ini berdasarkan hadits Abu Hurairah RA: “Sesungguhnya Nabi SAW ketika melaksanakan shalat maka beliau bertakbir ketika berdiri, ketika rukuk, lalu membaca sami’allahu liman hamidah ketika mengangkat kepalanya, lalu bertakbir ketika akan sujud, dan bertakbir ketika mengangkat kepala dari sujud. Beliau melakukan itu semua dalam setiap rakaat shalat hingga selesai melaksanakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Wallahu A’lam.

Sumber :

abdkadiralhamid@2016

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "PERBUATAN SUNAH DALAM SHALAT (BAG. 4) : Membaca Surah Setelah al-Fatihah dan Takbir Perpindahan, KAJIAN FIKIH MAZHAB SYAFII"

Post a Comment

Silahkan komentar yg positip