//

Hukum Menyusui (radha’ )


Menurut bahasa, radha’ adalah menyusu dari seorang ibu serta meminum susunya. Sedangkan berdasarkan artian syar’i, radha’ adalah sampainya air susu dari seorang wanita ke dalam perut seorang bayi dengan syarat tertentu.

Mengenai hukumnya, dasarnya adalah ayat dan hadist berikut ini:



وأمهاتكم اللاتي أرضعنكم (النسا، :23

“Dan wanita wanita yang menyusui kalian adalah ibu-ibu kalian.”
(QS An-Nisa’: 23).



عن ابن عباس رضي الله عنه عن النبي صل الله عليه وسلم قال يحرم من الرضاع ما يحرم من النسب (متفق عليه

“(Seseorang) menjadi mahram karena sebab radha’, sebagaimana (seseorang) menjadi mahram karena sebab nasab.” (Muttafaq ’alaih)



Dari dua dasar ayat dan hadist tersebut serta ijma’ para ulama’ ditetapkan suatu hukum: jika ada seorang bayi menyusu kepada seorang wanita atau meminum air susunya, wanita tersebut menjadi ibu susuannya dan suaminya menjadi ayahnya sesusuan dan keduanya serta anak-anaknya mahram (haram menikah) dengan bayi tersebut.

Hal itu menjadi suatu ketetapan hukum, dengan beberapa persyaratan, baik pada wanita yang menyusuinya maupun pada bayi yang menyusu.



Syarat-syarat pada wanita yang menyusui :

Pertama, wanita tersebut sudah berumur lebih dari sembilan tahun dalam hitungan tahun Hijriyyyah. Jika kurang dari sembilan tahun, tidak ditetapkan hukum radha’.

Kedua, wanita itu ketika menyusui atau ketika diambil air susunya dalam keadaan hidup bernyawa. Lain halnya jika seorang bayi menyusu kepada seorang wanita yang sudah meninggal dunia, tidak ditetapkan hukum radha’.



Syarat-syarat pada bayi yang menyusu :

Pertama, bayi tersebut belum berumur dua tahun dalam hitungan tahun Hijriyyyah. Lain halnya jika anak yang menyusu itu umurnya dua tahun atau lebih, tidak ditetapkan hukum radha’, berdasarkan hadist Nabi SAW:


عن ابن عبا س رضي الله عنه عن النبي صل الله عليه و سلم قال فلا رضاع إلا في الحولين (متفق عليه)


Maka tidak ditetapkan hukum radha’, kecuali jika anak tersebut belum berumur dua tahun (Muttafaq ’alaih).


Kedua, bayi tersebut sudah menyusu dari wanita yang menyusuinya sebanyak lima kali kesempatan menyusu dalam beberapa waktu, bukan hanya lima kali sedotan dalam satu kali kesempatan menyusu. Dan tidak harus dalam beberapa hari walaupun semuanya dalam satu hari. Yang penting lima kali kesempatan menyusu secara terpisah.

Jika bayi tersebut dilepas atau melepas dari puting susu wanita yang menyusuinya, lalu kembali lagi menyusuinya atau disusui, apakah itu dihitung satu atau dua kali kesempatan menyusu?


Jika si bayi sendiri yang melepasnya karena sudah tidak mau lagi, lalu kembali menyusu, dihitung dua kali kesempatan menyusu. Tapi kalau bayi itu melepasnya dikarenakan ada sesuatu yang menarik perhatiannya atau untuk bermain-main, kemudian menyusu lagi, tidak dihitung dua kali kesempatan menyusu.
Jika yang melepasnya adalah wanita yang menyusuinya, karena suatu pekerjaan yang menghabiskan waktu yang lama, misalnya untuk memasak atau mencuci, dihitung dua kali kesempatan menyusu. Adapun jika karena melakukan pekerjaan ringan, misalnya untuk membetulkan posisi bayi atau untuk mengambil sesuatu yang terjatuh lalu menyusuinya lagi, tidak dihitung dua kali kesempatan menyusu.
Jika si bayi ketika menyusu kemudian tertidur dan saat terbangun puting susu wanita tersebut masih di mulutnya sedangkan tidurnya tidak lama, tidak dihitung dua kali kesempatan menyusu. Tapi jika tidurnya lama atau ketika bayi tersebut bangun puting susu wanita tersebut terlepas dari mulutnya, kemudian menyusu lagi, dihitung dua kali kesempatan menyusu.



Ketiga, air susu wanita yang menyusuinya telah sampai ke dalam perut si bayi walaupun setelah beberapa saat kemudian dimuntahkan oleh bayi itu. Jika ia menyusu dari wanita yang tidak keluar air susunya, tidak ditetapkan hukum radha’.


Hukum yang berkaitan akibat radha’

Jika sudah terjadi radha’, yaitu wanita menyusui seorang bayi dan syarat-syaratnya terpenuhi:


Wanita yang menyusuinya dan suaminya menjadi mahramnya (ibu dan bapaknya sesusuan)
Anak-anak wanita yang menyusui menjadi mahram bagi bayi tersebut (saudara dan saudarinya sepersusuan)
Saudara dan saudari wanita yang menyusi menjadi mahram bagi bayi tersebut (menjadi paman dan bibi sesusuan), begitu pula saudara dan saudari suaminya.
Anak bayi yang disusui oleh wanita tersebut menjadi anak sesusuannya, dan anak keturunan bayi itu juga mahram bagi yang menyusui dan bagi suami yang menyusui.


Pengertian mahram di sini sebatas tidak boleh menikahinya, boleh melihatnya, serta tidak batal wudhu dengan menyentuhnya. Tidak ada hubungannya dengan kewajiban memberi nafkah apalagi saling mewarisi di antara mereka, seperti halnya mahram karena nasab.



Kesimpulan

Karena hanya satu kali kesempatan menyusu, terhadap anak yang disusui Ibu Narti, dalam Madzhab Imam Syafi’i, tidak ditetapkan hukum radha’. Tapi dalam Madzhab Imam Abi Hanifah dan Imam Malik, ditetapkan hukum radha’ pada bayi yang menyusu walaupun hanya satu kali kesempatan menyusu.

Sumber : http://alhabibsegafbaharun.com/

abdkadiralhamid@2015

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Hukum Menyusui (radha’ )"

Post a Comment

Silahkan komentar yg positip