//

SALMAN AL FARISI R.A. Pencari Kebenaran Sejati


SALMAN AL FARISI R.A. 

Pencari Kebenaran Sejati


Berikut kisah Shahabat yang Mulia Salman Al-Farisy radhiyallahu ˜anhu yang mana kisah beliau sarat dengan faedah ilmu. Kita memohon kepada Allah agar bisa menjadikannya ibroh dan mengambil pelajaran darinya khususnya kaum pemuda dan  pencari kebenaran 

 SALMAN AL-FARISI SEBUAH TELADAN BAGI PARA PEMUDA

Pada suatu ketika Salman A-Farisy bercerita kepada Ibnu Abbas [1], beliau berkata:
Aku adalah orang Persia(Parsia), dan aku tinggal di suatu tempat yang bernama Asfahan di desa Jayyu ,Ayahku seorang tokoh di desaku dan aku adalah makhluk Allah yang paling dicintainya. Ia amat mencintaiku sehingga aku dipingit di dalam rumah sebagaimana anak gadis dipingit dalam rumah. Aku ketika itu beragama penyembah api dan aku memiliki tugas khusus menjaga api yang harus senatiasa menyala terus dan tidak boleh padam sesaatpun. Bapakku mempunyai ladang yang sangat luas, pada suatu saat bapakku tersibukkan dengan bangunan, sehinga berkata kepadaku: Anakku pada hari ini aku sibuk dengan bangunan ini hingga tidak mempunyai waktu untuk mengurusi ladangku. Oleh karena itu pergilah kamu ke ladang! Ayahku memerintahkan beberapa hal yang perlu aku kerjakan, kemudian berkata kepadaku: Jangan terlambat pulang kepadaku, engkau lebih berarti bagiku daripada ladangku dan engkau membuatku lupa segala urusan yang ada. 

SALMAN TERTARIK DENGAN AGAMA NASRANI

 Kemudian aku pergi menuju ladang bapakku seperti diperintahkan bapakku. Dalam perjalanan menuju ladang bapakku, aku melewati salah satu gereja milik orang-orang Nasrani, dan aku dengar suara-suara mereka ketika mereka beribadah di dalamnya. Aku tidak tahu banyak persoalan manusia, karena aku dipingit bapakku di rumah, ketika itu aku mendengar suara-suara mereka, aku masuk kepada mereka untuk melihat dari dekat apa yag mereka kerjakan di dalamnya. Ketika aku melihat mereka aku, aku kagum terhadap ibadah-ibadah mereka dan tertarik kepada kegiatan mereka. Aku berkata demi Allah, agama mereka ini lebih baik dari pada agama yang aku peluk. Demi Allah aku tidak akan tinggalkan mereka sampai matahari terbenam, aku membatalkan pergi ke ladang bapakku, aku berkata kepada mereka (orang-orang Nasrani tersebut): Agama ini berasal dari mana?" Mereka menjawab dari Syam. Setelah itu, aku pulang ke rumah dan ternyata bapakku mencariku, dan aku membuatnya tidak mengerjakan pekerjaannya. Ketika aku telah kembali kebapakku, bapakku berkata kepadaku: Anakku dari mana saja Engkau? Bukankah engkau telah berbuat perjanjian denganku? Aku berkta: Ayah aku tadi berjalan melewati orang-orang yang sedang mengerjakan beribadah di gereja mereka, kemudian aku kagum terhadap agama mereka yang aku lihat. Demi Allah aku berada di tempat mereka hingga matahari terbenam. Bapakku berkata: Anakku tidak ada kebaikan pada agama tersebut. Aku berkata tidak, demi Allah, agama tersebut lebih baik daripada agama kita. Setelah kejadian tersebut bapakku mengkhawatirkanku, ia ikat kakiku dan aku dipingit dalam rumahnya. Aku mengutus seseorang kepada orang-orang Nasrani dan aku katakan kepada mereka, jika ada rombongan dari Syam datang kepada kalian, maka beri kabar kepadaku tentang mereka. Tidak lama setelah itu, datanglah pedagang-pedagang Nasrani dari Syam, kemudian mereka menghubungiku. Aku katakan kepada mereka, jika mereka telah selesai memenuhi hajatnya dan hendak mau pulang ke negeri mereka, maka beri izin kepadaku untuk aku ikut bersama mereka.

 SALMAN KABUR DAN BERANGKAT KE SYAM

 Ketika para pedagang Nasrani, hendak kembali ke negerinya, orang-orang nasrani segera memberi kabar kepadaku tentang mereka, kemudian aku melepas rantai di kakiku dan aku pergi bersama mereka hingga sampai ke negeri Syam. Setelah tiba di Syam, aku bertanya, siapakah pemeluk agama ini yang paling banyak ilmunya? Mereka menjawab: Uskup di gereja, kemudian aku datang kepada Uskup tersebut dan berkata kepadanya, aku amat tertarik dengan agama ini. Jadi aku ingin bersamamu dan melayanimu di gerejamu dan agar bisa belajar bersamamu dan beribadah bersamamu. Uskup berkata masuklah! Aku pun masuk kepadanya, ternyata Uskup tersebut orang yang jahat. Ia mengajak ummat untuk bersedekah, namun ketika mereka telah mengumpulkan sedekahnya melalui dia, ia simpan untuk dirinya dan tidak menyerahkannya kepada orang-orang fakir miskin, hingga ia berhasil mengumpulkan tujuh peti penuh yang berisikan emas dan perak. Aku sangat marah kepadanya karena perbuatannya tersebut. Tidak lama kemudian Uskup tersebut mati. Orang-orang Nasrani berkumpul untuk mengurus jenazahnya, namun aku katakan kepada mereka: Sungguh orang ini telah berbuat jahat, ia menganjurkan kalian bersedekah, namun ketika kalian menyerahkan sedekah melaluinya, ia malah menyimpannya untuk dirinya sendiri dan tidak membagikannya sedikitpun kepada fikir miskin, mereka berkata: darimana engkau mengetahui ha ini? Aku katakan kepada mereka, mari aku tunjukan tempat penyimpanannya! Aku tunjukan tempat penyimpanan uskup tersebut kepada mereka, kemudian mereka mengeluarkan tujuh peti yang berisi penuh dengan emas dan perak. Ketika melihat ketujuh peti tersebut, mereka berkata: Demi Allah, kita tidak akan mengubur mayat uskup ini. Mereka menyalib Uskup tersebut dan melemparinya dengan batu. Setelah itu, mereka menunjuk orang lain untuk menjadi Uskup pengganti.

 SALMAN BERSAMA USKUP YANG SHOLIH

 Aku tidak pernah melihat orang yang sholat yang lebih mulia, lebih zuhud, lebih cinta kepada akhirat, lebih tekun di siang dan malam hari dari Uskup baru tersebut. Aku mencintai Uskup tersebut dengan cinta yang tidak ada duanya. Aku tinggal bersamanya lama sekali hingga kemudian ajal menjemputnya. Aku berkata kepadanya (sebelum dia wafat), sesungguhnya aku telah hidup bersamamu dan aku mencintaimu dengan cinta yang tidak ada duanya, sekarang seperti yang telah lihat keputusan Allah telah datang kepadamu, maka engkau titipkan aku kepada siapa (untuk belajar)? Uskup menjawab: Anakku, demi Allah aku tidak tahu ada orang yang seperti diriku. Manusia sudah banyak yang meninggal dunia, mengubah agamanya dan meninggalkan apa yang sebelumnya mereka kerjakan, kecuali satu orang di Al-Maushil, yaitu Si Fulan, ia seperti diriku. Pergilah engkau kepadanya!

 SALMAN BERSAMA USKUP DI AL-MAUSHIL

 Ketika Uskup tersebut telah meninggal dunia dan di kubur, aku pergi kepada Uskup Al-Maushil. Ketika sampai di sana, aku katakan kepadanya: Hai Fulan, sesungguhnya Uskup si Fulan telah berwasiat kepadaku ketika hendak wafat agar aku pergi kepadamu. Ia jelaskan kepadaku bahwa engkau seperti dia, Uskup tersebut berkata: Tinggallah bersamaku! Aku menetap bersamanya. Aku melihat ia sangatlah baik seperti cerita shahabatnya. Tidak lama kemudian Uskup tersebut wafat. Menjelang wafatnya, aku berkata kepadanya: Hai Fulan, sesungguhnya Uskup si Fulan telah berwasiat kepadaku agar aku pergi kepadamu dan sekarang keputusan Allah telah datang kepadamu seperti yang engkau lihat, maka kepada siapa engkau wasiatkan? Apa yang engkau perintahan kepadaku? Uskup berkata: Anakku demi Allah, aku tidak tahu ada orang seperti kita kecuali satu orang saja di Nashibin, yaitu Si Fulan. Pergilah kepadanya.

 SALMAN BERSAMA USKUP NASHIBIN

 Ketika Uskup tersebut wafat dan usai dikubur, aku pergi kepada Uskup Nashibin. Aku jelaskan perihal diriku kepadanya dan apa yang diperintahkan dua shahabatku kepadanya. Ia berkata tinggallah bersamaku, aku tinggal bersamanya, dan aku dapati dia seperti dua shahabatku yang telah wafat. Aku tinggal bersama orang yang terbaik. Demi Allah tidak lama kemudian ia wafat. Menjelang kematiannya, aku berkata: Hai Fulan, sungguh Si Fulan telah berwasiat kepadaku agar aku pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan tersebut berwasiat kepadaku agar aku pergi kepadamu, maka kepada siapa aku engkau wasiatkan? Apa yang akan engkau perintahkan kepadaku? Uskup tersebut berkata: Anakku demi Allah, aku tidak tahu orang yang seperti kita dan aku perintahkan engkau pergi kepadanya kecuali satu orang di Ammuriyah wilayah Romawi. Ia sama seperti kita. Jika engkau mau, pergilah kepadanya, karena ia sama seperti kita.

 SALMAN PERGI KE USKUP AMMURIYAH

 Ketika Uskup Nashibin telah wafat dan dikuburkan, aku pergi kepada Uskup Ammuriyah. Aku jelaskan perihal diriku kepadanya. Ia berkata: Tinggallah bersamaku! Aku tinggal bersama orang yang terbaik sesuai dengan petunjuk shahabat-shahabatnya dan perintah mereka. Aku bekerja (sambil belajar), sehingga aku memiliki beberapa lembu dan kambing-kambing, tidak lama kemudian, Uskup tersebut wafat, menjelang wafatnya aku bertanya kepadanya: Hai Si Fulan sungguh aku pernah tinggal bersama Si Fulan, kemudian ia berwasiat kepadaku agar aku pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan tersebut berwasiat kepadaku agar pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan tersebut berwasiat agar aku pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan berwasiat agar aku pergi kepada engkau, maka kepada siapa engkau wasiatkan? Uskup berkata: Anakku, demi Allah, sungguh aku tidak tahu pada hari ini ada orang-orang yang seperti kita yang aku bisa perintahkan kepada engkau untuk pergi kepadanya, namun telah dekat datangnya seorang Nabi. Ia diutus dengan membawa agama Ibrahim “˜alaihis salam- dan muncul di negeri Arab. Tempat hijrahnya adalah daerah diantara dua daerah yang berbatu dan diantara dua daerah tersebut terdapat pohon-pohon kurma., Nabi tersebut mempunyai tanda-tanda yang tidak bisa disembunyikan; ia memakan hadiah dan tidak memakan sedekah. Diantara kedua bahunya terdapat cap kenabian. Jika engkau bisa pergi kenegeri tersebut, pergilah engkau kesana!

 SALMAN PERGI KELEMBAH AL-QURO

 Setelah Uskup tersebut wafat dan di makamkan. Dan aku tetap tinggal di Ammuriyah hingga beberapa lama. Setelah itu, sekelompok pedagang berjalan melewatiku. Aku berkata kepada mereka: Bawalah aku kenegeri Arab, niscaya aku serahkan kambingku ini kepada kalian, mereka berkata: Ya, aku berikan lembu dan kambing-kambingku kepada mereka, dan mereka membawaku. Namun ketika tiba di lembah Al-Quro, mereka mendzolimiku. Mereka menjualku kepada orang Yahudi sebagai seorang budak. Kemudian aku tinggal bersama orang Yahudi tersebut, dan aku melihat kurma. Aku berharap kiranya negeri ini yang pernah diisyaratkan shahabatku.

 SALMAN TIBA DI MADINAH

 Disaat aku tinggal dengan orang Yahudi tersebut, tiba-tiba saudara misan orang Yahudi yang berasal dari Bani Quraidzah tiba dari Madinah. Ia membeliku dari orang Yahudi tersebut, dan membawaku ke Madinah, demi Allah, ketika aku melihat Madinah, persis seperti yang dijelaskan shahabatku. Aku menetap di sana. Rasulullah shallallahu ˜alaihi wa sallam diutus sebagai Nabi dan masih menetap di Makkah dalam jangka waktu tertentu dan aku tidak mendapatkan informasi tentang beliau karena kesibukanku berstatus sebagai budak. Tidak lama setelah itu, Rasulullah shallallahu ˜alaihi wa sallam hijrah ke Madinah.

 SALMAN MENDENGAR TEMPAT HIJRAH NABI

 Demi Allah, aku berada di atas pohon kurma mengerjakan beberapa pekerjaan untuk tuanku, sedang tuanku duduk di bawahku. Tiba-tiba saudara misan tuanku datang dan berdiri di depannya sembari berkata: Hai Fulan semoga Allah membunuh Bani Qailah. Demi Allah, sesungguhnya mereka sekarang berkumpul di Quba’ untuk menyambut kedatangan seorang laki-laki dari Makkah, dan mereka mengklaim bahwa orang tersebut adalah Nabi. Ketika aku mendengar ucapan saudara misan tuanku, aku menggigil seolah-olah aku jatuh mengenai tuanku. Kemudia aku turun dari atas pohon kurma dan bertanya kepada saudara misan tuanku, apa yang engkau katakan tadi? Tuanku marah kepadaku dan menamparku dengan sangat marah mendengar pertanyaanku, sembari berkata: Apa urusanmu dengan persoalan ini? Pergi sana dan bereskan pekerjaanmu! Aku berkata: tidak apa-apa, aku hanya kepingin tahu ucapannya.

 SALMAN MENCARI TANDA-TANDA KENABIAN PADA RASULULLAH

 Aku mempunyai sesuatu yang telah aku siapkan. Pada sore hari, aku mengambilnya kemudian pergi kepada Rasulullah shallallahu ˜alaihi wa sallam, di Quba’. Aku masuk menemui beliau dan berkata kepadanya: Aku mendapat informasi bahwa engkau orang yang sholih. Engkau mempunyai shahabat-shahabat, terasing dan memerlukan bantuan. Ini sedekah dariku. Aku melihat kalian lebih berhak daripada orang lain. Aku serahkan sedekah tersebut kepada Rasulullah shallallahu ˜alaihi wa sallam, kemudian beliau berkata kepada shahabat-shahabatnya: "Makanlah" beliau menahan mulutnya dan tidak memakan sedikitpun dari sedekahku. Aku berkata dalam hati, ini tanda pertama, kemudian aku minta pamit dari hadapan Rasulullah. Setelah itu ku mengumpulkan sesuatu yang lain, sementara Rasulullah shallallahu ;alaihi wa sallam sudah pindah ke Madinah. Aku datang kepada beliau dan berkata kepadanya: sungguh aku melihatmu tidak memakan harta sedekah. Ini hadiah khusus aku berikan kepadamu. Maka Rasulullah memakan hadiah dariku dan memerintahkan shahabat-shahabatnya ikut makan bersamanya. Aku berkata dalam hati ini tanda yang kedua. 

 SALMAN MASUK ISLAM

 Setelah itu aku mendatangi Rasulullah di Baqi’ Al-Gharqad yang ketika itu sedang mengantar jenazah salah seorang dari shahabatnya. Aku sudah mengetahui dua tanda pada beliau. Beliau sedang duduk di antara shahabat-shahabatnya, kemudian aku mengucapkan salam kepada beliau. Setelah itu aku berada di belakang beliau, karena ingin melihat punggung beliau, apakah aku bisa melihat cap kenabian yang dijelaskan shahabatku? Ketika Rasulullah melihatku berada di belakangnya, beliau mengetahui bahwa aku mencari sifat yang pernah dijelaskan shahabatku. Beliau membuka kain dari punggungnya, maka pada saat itulah aku melihat cap kenabian pada beliau. Kemudian aku balik ke depan beliau dan menangis. Rasulullah shallallahu ˜alaihi wa sallam berkata kepadaku: Baliklah, aku berbalik arah dan duduk di depan beliau, aku ceritakan semua kisah tentang diriku kepada beliau sebagaimana aku ceritakan kisahku ini kepadamu, hai Ibnu Abbas! Rasulullah shallallahu ˜alaihi wa sallam ingin kisahku ini didengar pula oleh shahabat-shahabatnya. Setelah itu aku sibuk karena berstatus budak, hingga tidak bisa ikut perang Badar dan perang Uhud bersama Rasulullah shallallahu ˜alaihi wa sallam.

 SALMAN MENJADI ORANG MERDEKA

 Rasulullah shallallahu ˜alaihi wa sallam berkata kepadaku: Bebaskanlah dirimu dengan membayar sejumlah uang, hai Salman! Kemudian aku memerdekakan diriku dari tuanku dengan membayar tiga ratus pohon kurma yang aku tanam untuk tuanku dan emas empat puluh ons. Rasulullah shallallahu ˜alaihi wa sallam menyeru shahabat-shahabatnya: Bantulah saudara kalian ini! Shahabat-shahabat Rasulullah memberi bantuan anak pohon kurma kepadaku. Ada shahabat yang memberiku dengan tiga puluh anak pohon kurma. Dan ada shahabat yang memberiku lima belas anak pohon kurma, dan ada shahabat yang memberiku sepuluh anak pohon kurma, setiap orang membantu sesuai dengan kemampuannya, hingga akhirnya terkumpul tiga ratus pohon kurma. Rasulullah shallallahu ˜alaihi wa sallam berkata kepadaku: "Pergilah hai Salman, dan galilah lubang untuk anak-anak pohon kurma ini! Jika engkau telah selesai menggalinya, datanglah kepadaku, agar aku sendiri yang akan meletakannya dengan tanganku sendiri ke dalam lubangnya.
 Kemudian aku menggali lubang untuk anak-anak pohon kurma tersebut dengan dibantu shahabat-shahabatku. Ketika aku telah selesai menggalinya, aku menghadap kepada Rasulullah shallallahu ˜alaihi wa sallam dan melaporkan kepada beliau bahwa aku telah selesai membuat lubang. Kemudian Rasulullah shallallahu ˜alaihi wa sallam pergi bersamaku ke lubang-lubang tersebut. Kami berikan anak pohon kurma kepada beliau dan diletakannya ke dalam lubang tersebut. Demi Dzat yang jiwa Salman berada di Tangan-Nya, tidak ada satu anak pohon kurma pun yang mati. Aku pelihara pohon-pohon kurma tersebut dan aku mempunyai sedikit harta. Tidak lama setelah itu, Rasulullah shallallahu ˜alaihi wa sallam datang dengan membawa emas sebesar telur ayam dari salah satu lokasi pertambangan. Rasulullah shallallahu ˜alaihi wa sallam berkata: "Ambil emas ini dan bayarlah hutangmu dengannya!" Aku berkata: Wahai Rasulullah shallallahu ˜alaihi wa sallam: Bagaimana emas ini bisa menutupi hutangku? Rasulullah shallallahu ˜alaihi wa sallam berkata: Ambillah emas ini karena Allah akan menutup hutangmu dengannya!" [2] Demi Dzat yang jiwa Salman berada di tangan-Nya, ternyata berat emas tersebut pas empat puluh ons. Kemudian aku bayar hutangku pada tuanku dengan emas tersebut. Setelah itu aku menjadi orang merdeka. Aku bisa ikut perang Khandaq bersama Rasulullah shallallahu ˜alaihi wa sallam sebagai orang merdeka dan sesudah perang itu akan tidak pernah melewatkan satu peperanganpun [3].
 KEZUHUDAN SALMAN ALFARISY
 Abu Nu’aim mengeluarkan dari Athiyah bin Amir, dia berkata, "Aku pernah melihat Salman Al-Farisy radhiyallhu ˜anhu menolak makanan yang disuguhkan kepadanya, lalu dia berkata, "Tidak, tidak. Karena aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata: ˜Sesungguhnya orang yang lebih sering kenyang di dunia akan lebih lama laparnya di akhirat. Wahai Salman, dunia ini hanyalah penjara orang Mukmin dan surga orang kafir". [4]

 PELAJARAN DARI KISAH SALMAN AL-FARISY

 Diantara pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah Salman Al-Farisy adalah:
 Pada kisah Salman tersebut menunjukan bahwa yang namanya hidayah adalah urusannya Allah, Allah akan berikan kepada orang yang Dia kehendaki, sebagaimana Salman, beliau berniat ingin melaksakan perintah bapaknya untuk pergi bekerja ke ladang, sebagai salah satu wujud dari berbakti kepada bapaknya, namun di tengah perjalanan ia mendapati suatu kaum yang beribadah di dalam gereja, sehingga pada akhirnya ia mendapatkan hidayah dari Allah ˜azza wa jalla. Dan datangnya hidayah pada seseorang itu adakalanya dengan cara mencari dengan kesungguhan untuk mendapatkannya dan terkadang dengan tiba-tiba seseorang mendapatkan hidayah (tanpa dengan upaya untuk mencarinya), sekadar contoh masuk Islamnya Umar Ibnul Khoththob dengan tiba-tiba beliau masuk Islam.
 Samahatusy Syaikh Abdul ˜Aziz Abdullah bin Bazz berkata dalam ta’liqat Kitab Fathul Majiid: "Hidayah diberikan kepada penerima petunjuk pada hatinya dengan mengubahnya dari kesesatan, kekufuran dan kefasikan, untuk menuju kepada petunjuk, keimanan, ketaatan dan meluruskannya pada jalan Allah dan mengokohkannya. Petunjuk ini khusus pada Allah ala, karena Dialah yang Maha Kuasa membolak-balikan hati dan mengubahnya serta menunjukan dan menyesatkan siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa yang dikehendaki Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk."
 Saudaraku “hadanallahu wa iyyakum- perhatikanlah perkataan bapak Salman: "Anakku tidak ada kebaikan pada agama-agama selain agama kita". Ini menunjukan bukti konkrit bahwa tidaklah ada suatu kelompok yang sesat sekalipun untuk mengaku jika ia berada dalam kesesatan, bahkan ia akan merasa di atas petunjuk dan kebenaran. Maka jangan kita tertipu! Kita adalah para pemuda yang sudah sampai pada jenjang-jenjang kedewasaan berfikir, maka konsentrasikan fikiran dan berupayalah untuk lebih jeli dan teliti dalam memilih dan memilah terhadap sesuatu perkara atau ketika kita akan membuat keputusan, dan ini peringatan bagi kita. Wallahul mustaan!
 Saudaraku seperjuangan “hayyakumullah- lihatlah sikap dan tindak tanduknya Salman ketika tiba di Syam, beliau langsung bertanya, siapakah pemeluk agama ini yang paling banyak ilmunya? Ini menunjukkan kecerdasan beliau, beliau benar-benar memahami akan pentingnya ilmu. Asy-Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-˜Abbad Al-Badr berkata: "Ilmu merupakan pokok pangkal segala kebaikan. Sedangkan kejahilan merupakan pokok pangkal segala kejelekan. Cinta kepada kezhaliman, permusuhan, melakukan kekejian dan melanggar larangan-larangan, sebabnya yang pertama adalah kejahilan serta rusaknya ilmu atau rusaknya niat. Dan rusaknya niat disebabkan karena rusaknya ilmu. Kejahilan dan rusaknya ilmu merupakan sebab pertama dalam kerusakan amal dan berkurangnya iman. [5]
 Beliau juga menjelaskan: "Jahil tentang Allah Subhanahu wa ala adalah penyakit yang berbahaya dan membinasakan yang akan menggiring pemiliknya menuju kecelakaan dan adzab yang besar. Barangsiapa yang penyakit ini mengakar pada dirinya dan menguasainya, jangan engkau bertanya tentang kebinasaannya (yakni pasti akan binasa). Dia akan berkubang dalam kemaksiatan dan dosa, terjungkir balik dari jalan Allah Subhanahu wa ala yang lurus, pasrah dalam seruan syubhat dan syahwat. Kecuali bila dia dijemput oleh rahmat Allah Subhanahu wa ala dengan siraman hati dan cahaya penglihatan. Itulah kunci kebaikan, yaitu ilmu yang bermanfaat yang akan membuahkan amal shalih. Sebab, tidak ada obat terhadap penyakit itu melainkan ilmu. Dan seseorang tidak akan terlepas dari penyakit ini melainkan bila Allah Subhanahu wa ala mengajarkan kepadanya ilmu yang bermanfaat dan memberikan bimbingan kepadanya. Barangsiapa yang Allah Subhanahu wa ala menginginkan kebaikan kepadanya, Dia akan mengajarkannya ilmu yang bermanfaat dan memberikan kedalaman tentang agama serta memperlihatkan kepadanya segala yang akan menjadikan dia bahagia dan bergembira, kemudian dia keluar dari kubangan kejahilan. Dan kapan saja Allah Subhanahu wa ala tidak menginginkan kebaikan untuknya, maka Allah Subhanahu wa ala akan menetapkan dia di atas kejahilan. Kepada Allah Subhanahu wa ala sajalah kita meminta agar Dia menyirami hati kita dengan ilmu dan iman, serta melindungi kita dari kejahilan dan permusuhan." [6]
 Lihatlah apa yang menyebabkan bapaknya Salman menolak kebenaran dan bahkan tidak ridho kalau Salman mengikuti Agama Nabiyullah Isa “˜alaihi salam-, ini menunjukan ketidak tahuannya terhadap kebenaran dan ia bodoh terhadap kebenaran, sungguh benar perkataan Ibnul Qayyim rahimahullahu: "Sebab tertolaknya kebenaran banyak sekali. Di antaranya adalah kejahilan, dan inilah sebab yang mendominasi pada kebanyakan orang. Karena barangsiapa jahil terhadap sesuatu niscaya dia akan menentangnya dan menentang pemeluknya." [7].
 Al-Imam Ahmad rahimahullahu berkata: "Sesungguhnya seseorang melakukan penyelisihan karena sedikitnya pengetahuan mereka tentang segala apa yang datang dari Rasulullah Shallallahu ˜alaihi wa sallam." [8]
 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: "Kebenaran banyak hilang di tengah orang-orang yang jahil lagi ummi (tidak pandai membaca dan menulis)." [9]
 Saudaraku seperjuangan! -Semoga Allah menjaga kita- lihatlah apa yang diwasiatkan oleh para Uskup kepada Salman? Mereka semua memberikan wasiat untuk berkumpul dan berteman dengan orang-orang yang Sholih, dan telah kita maklumi bahwa seseorang itu tergantung agama temannya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berkata: "(Agama) seseorang tergantung dari agama temannya, maka perhatikanlah kepada engkau temanmu." [10].
 Ibnu Mas’ud berkata: "Nilailah seseorang itu dengan siapa ia berteman karena seorang Muslim akan mengikuti Muslim yang lain dan seorang fajir akan mengikuti orang fajir yang lainnya." [11] Dan ia juga berkata: "Seseorang itu akan berjalan dan berteman dengan orang yang dicintainya dan mempunyai sifat seperti dirinya." [12]. Beliau melanjutkan: "Nilailah seseorang itu dengan temannya sebab sesungguhnya seseorang tidak akan berteman kecuali dengan orang yang mengagumkannya (karena seperti dia)." [13].
 Yahya bin Abi Katsir mengatakan, Nabi Sulaiman bin Daud Alaihis Salam bersabda: "Jangan menetapkan penilaian terhadap seseorang sampai kamu memperhatikan siapa yang menjadi temannya." [14]
 Qatadah berkata: "Sesungguhnya kami, demi Allah belum pernah melihat seseorang menjadikan teman buat dirinya kecuali yang memang menyerupai dia maka bertemanlah dengan orang-orang yang shalih dari hamba-hamba Allah agar kamu digolongkan dengan mereka atau menjadi seperti mereka." [15].

 BERPIKIRLAH SEJENAK!

 Setelah kita mengetahui kisah Salman Al-Farisy, mari kita mencoba merenungi dan meresapi kisah tersebut, bukankah Salman Al-Farisy adalah seorang anak yang paling disayangi oleh bapaknya, namun karena panggilan kebenaran beliau “radhiyallahu ˜anhu- lebih memilih untuk hidup bersama Uskup, hingga penderitaan demi penderitaan, kepedihan demi kepedihan beliau rasakan, dan bahkan ketika beliau mencari kebenaran beliau mendapatkan resiko yang sangat besar, hingga akhirnya beliau pun menjadi budak yang diperjual belikan. Apakah dengan ujian dan hambatan yang beliau dapati mengakibatkan beliau loyo dan patah semangat? Demi Allah beliau adalah orang paling penyabar dan kokoh keimanannya. Mampukah kita seperti beliau? Sudikah kita meninggalkan perkara-perkara mubah atau bahkan perkara haram karena menyambut panggilan kebenaran?
 Wahai saudaraku seperjuangan! Ingatlah perjuangan belum berakhir! Badai dan gelombang fitnah akan terus menghadai, maka dengan apa dan persiapan apa kita akan menghadapinya? Tidakkah kita mau berfikir dan mengambil pelajaran dari umat-umat yang telah mendahului kita?
 Saudaraku ingatlah usia semakin hari semakin berkurang! Apakah setiap usia yang kita luput darinya terdapat simpanan kebaikan? Ataukah bahkan usia yang kita sia-siakan tersebut memberi pengaruh jelek kepada kita? Ingatlah waktu dan perjuangan belum berakhir! Kapan lagi kita untuk bersegera kepada ampunan Rabb kita, kalau bukan mulai sekarang. Wabillahit taufiq!
 Semoga upaya yang kami lakukan ini ikhlas semata-mata karena mengharapkan wajah-Nya. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita, Nabiullah Muhammad shallallahu ˜alaihi wa sallam. Keluarga dan para shahabatnya.

 Footnote:
[1] Kisah dikeluarkan oleh Ibnu Ishaq, ia berkata bahwa Ashim Ibnu Umar bin Qatadah Al-Anshary berkata kepadaku dari Mahmud bin Labib dari Abdullah bin Abbas.
[2] Dalam suatu riwayat Salman berkata: Ketika aku berkata kepada: Wahai Rasulullah, bagaimana emas ini bisa menutupi hutangku? Rasulullah shallallahu ˜alaihi wa sallam memungut emas tersebut dan membolak-balikannya di depan mulut beliau. Kemudian beliau shallallahu ˜alaihi wa sallam berkata: "Ambillah emas ini, hai Salman dan bayar hutangmu pada tuanmu dengan emas ini! Emas tersebut aku ambil, lalu aku bayar hutangku pada tuanku secara penuh, empat puluh ons.
[3] Lihat Sirah Nabawy karya Ibnu Hisyam.
[4] Lihat Al-Hilyah, 1/198, Bagian terakhir dari hadits di atas, "Dunia ini hanyalah penjara orang Mukmin", merupakan riwayat Muslim.
[5] Asbab Ziyadatil Iman hal. 62
[6] Asbab Ziyadatil Iman hal. 64
[7] Hidayatul Hayara fi Ajwibati Al-Yahudi wan Nashara hal. 18
[8] I’lamul Muwaqqi’in, 1/44
[9] Majmu’ Fatawa 25/129
[10] Hadits dari Abu Hurairah radhiyallhu ˜anhu, lihat As-Shahihah 927
[11] Al Ibanah 2/477 nomor 502 dan Syarhus Sunnah Al Baghawi 13/70
[12] Al Ibanah 2/476 nomor 499
[13] Al Ibanah 2/477 nomor 501
[14] Al Ibanah 2/480 nomor 514
=====================
Ia adalah seorang pemuda tampan dan tumbuh di rumah yang penuh wibawa dan pengaruh. Ia dimuliakan dikala-ngan kaumnya, disegani dikotanya, paling menonjol di antara teman-teman sebayanya, dan tidak ada yang sebanding dengannya pada zamannya.
Dialah Salman Al Farisi…
Ia seorang Majusi yang menyembah api, ayahnya adalah seorang tokoh dikalangan kaum-nya dan pemuka dalam agama Majusi. Ayah Salman sangat mencintai anaknya dan menempatkannya di sisi api di rumahnya. Ia sudah lama menyembah api dan selalu bersungguh- sungguh memegang agama Majusi, ia menjadi pelayan api yang selalu siap setiap saat untuk menyalakannya dan tidak membiarkannya padam sesaat pun.

Ayah Salman memiliki kebun yang sangat luas. Setiap hari ia pergi ke sana. Pada suatu hari ia berkata kepada Salman, “Wahai Sal-man, pergilah ke kebunku lalu kerjakan begini dan begitu”. Salman merasa gembira karena ia dapat keluar dari kungkungan rumahnya. Ia segera menuju ke kebun ayahnya.

Di tengah perjalanan, tanpa sengaja Sal-man melewati sebuah gereja milik kaum Nasrani. Ia mendengar mereka sedang shalat lalu ia masuk ke dalam untuk melihat apa yang mereka lakukan di situ. Ia kagum dengan shalat mereka dan tertarik untuk mengikuti agama mereka seraya berkata dalam hati, “Agama ini lebih baik dibandingkan agama yang kami anut selama ini.” Kemudian ia bertanya kepada mereka tentang asal-usul agama itu. Mereka menjawab, “Asalnya di negeri Syam dan orang yang paling mengerti tentang agama ini ada di sana.”

Ia berada di gereja hingga matahari terbenam. Hal tersebut menyebabkan ia terlambat pulang menemui ayahnya. Sekembalinya dari kebun, sang ayah ber-tanya: “Wahai anakku, ke mana saja engkau?”

Ia menjawab: “Tadi tanpa sengaja aku lewat di samping orang-orang yang sedang shalat di gereja, aku kagum dengan shalatnya dan menurut pendapatku agama mereka itu lebih baik daripada agama kita.”
Ayahnya terkejut dan berkata: “Wahai anakku, agamamu dan agama orang tua-mu lebih baik daripada agama mereka.”

Salman berkata: “Demi Allah, tidak! Justru agama mereka lebih baik daripada agama kita.”

Mendengar hal tersebut ayahnya merasa khawatir jika Salman sampai keluar dari agama Majusi dan beralih ke agama Nasrani. Lalu ia memasang belenggu pada kedua kaki anaknya dan mengurungnya di rumah. Mendapat perlakuan seperti itu, Salman mengutus seseorang kepada kaum Nasrani dan menitipkan pesannya,

“Sesungguhnya aku telah ridha dengan agama kalian dan tertarik untuk mengikutinya, jika nanti ada rombongan kaum Nasrani datang dari Syam, beritahu aku.”

Tidak lama setelah itu datanglah rombo-ngan dari Syam, mereka adalah para pedagang dari kaum Nasrani. Lalu mereka mengutus seseorang untuk mengabari hal tersebut kepada Salman. Salman berkata kepada sang utusan: “Jika para pedagang itu telah selesai dari urusannya dan akan bersiap-siap untuk kembali ke Syam, beritahulah aku.”

Kemudian ketika para pedagang itu telah selesai dari urusannya dan bersiap-siap untuk kembali ke Syam, mereka memberitahu Salman dan membuat perjanjian pertemuan di suatu tempat. Salman pun mencari siasat agar dapat melepaskan belenggu dari kedua kakinya. Ketika berhasil, ia segera keluar menuju para pedagang tersebut dan pergi bersama mereka ke Syam.

Setelah sampai di Syam, ia bertanya: “Siapakah penganut agama ini yang paling luas ilmunya?” Mereka menjawab: “Seorang Uskup yang ada di gereja.” Lalu ia mendatangi gereja tersebut dan menceritakan kepada Uskup itu tentang dirinya, ia berkata: “Sesungguhnya aku tertarik untuk memeluk agama ini, aku ingin bersamamu, melayanimu, shalat bersamamu dan berguru denganmu.”

Uskup menjawab: “Baiklah, tinggallah bersamaku.”

Sejak saat itu Salman tinggal bersama Uskup tersebut di gereja. Salman sangat semangat berbuat amal kebaikan, beribadah serta shalat. Sedangkan sang Uskup, dia orang yang tidak baik dalam agama-nya. Dia menyuruh dan memotivasi orang-orang untuk bersedekah tetapi ketika orang-orang telah menyumbangkan hartanya dia menimbun untuk dirinya sendiri dan tidak membagikannya kepada fakir miskin sedikitpun.

Salman sangat membencinya, tetapi ia ti-dak dapat memberitahukan orang lain tentang hal ini karena Uskup tersebut adalah seorang yang dimuliakan dikalangan mereka. Sementara ia adalah seorang pandatang yang masih baru dalam agama mereka.

Tak lama waktu berselang sang Uskup meninggal. Kaumnya sangat bersedih atas mening-galnya Uskup mereka dan berkumpul untuk menguburkannya. Melihat kesedihan mereka itu Salman berkata:

“Sesungguhnya orang ini adalah orang yang buruk. Ia menyuruh dan menganjurkan kalian bersedekah tetapi ketika kalian telah datang dengan sedekah-sedekah itu dia me-nimbunnya untuk dirinya sendiri dan tidak membagikannya kepada fakir miskin sedikitpun.”

Mereka berkata: “Apa buktinya?”, “Akan aku tunjukan kepada kalian tempat penimbunannya”,
jawab Salman.
Lalu ia mengajak mereka untuk melihat tempat penimbunan harta tersebut. Mereka kemudian menggali tanah yang ditunjukan oleh Salman, di sana mereka menemukan tujuh peti yang ternyata penuh dengan emas dan perak.

Melihat hal itu mereka berkata: “Demi Allah, kita tidak akan menguburnya.” Kemudian mereka menyalibnya di atas sebuah kayu dan melemparinya dengan batu-batu. Lalu mereka memilih seorang laki-laki lain untuk menggantikan kedudukannya di gereja.

Tentang orang ini Salman berkata: “Aku tidak pernah melihat orang yang shalat le-bih baik darinya. Ia benar-benar mengharap kehidupan akhirat dan tidak ada orang yang lebih zuhud terhadap dunia, lebih tekun dalam beribadah siang dan malam daripada dia, aku pun mencintainya sehingga hatiku merasa tak seorang pun yang aku cintai seperti itu sebe-lumnya.”

Salman senantiasa melayaninya hingga orang tersebut berusia lanjut dan hampir meninggal. Salman bersedih karena harus berpisah de-ngannya dan ia khawatir tidak dapat istiqomah diatas agama ini sepeninggalnya. Lalu ia berkata kepadanya: ”Wahai fulan, seperti engkau ketahui, telah dekat takdir Allah atas dirimu, lalu siapakah yang engkau wasiatkan kepadaku untuk aku ikuti?” Ia berkata: ”Wahai anakku, Demi Allah aku tidak mengetahui seorang pun yang sama langkahnya dengan aku. Manusia telah rusak dan merubah-rubah serta meninggalkan banyak ajaran yang dulu mereka pegang teguh kecuali seorang laki-laki yang tinggal di Mosul (wilayah Irak), yaitu si Fulan. Ia berada satu jalan denganku maka ikutilah dia.”

Ketika Uskup yang ahli ibadah itu meninggal, Salman keluar dari Syam menuju Irak lalu mendatangi seorang laki-laki yang dimaksud oleh sang guru. Ia tinggal bersamanya sampai ajal hampir menjemputnya. Lalu orang tersebut berwasiat kepada Salman untuk menghubungi seorang laki-laki di Nasibin.

Salman kemudian menempuh perjalanan ke Syam sekali lagi dan ketika ia sampai di Nasibin ia menetap bersama seorang laki-laki yang dimaksud oleh sang guru. Setelah waktu berjalan lama dan ajal hampir menjemputnya dia berwasiat kepada Salman untuk tinggal menetap dengan seorang laki-laki di ‘Amuriya di wilayah Syam. Lalu ia pergi ke sana dan menetap bersama seorang laki-laki yang dimaksud oleh sang guru.

Di ‘Amuriya ia sempat bekerja hingga memiliki beberapa ekor sapi dan kambing. Setelah itu rahib (orang sholeh) tersebut sakit dan hampir menjelang ajalnya, Salman sangat sedih dan berkata sebagai ucapan perpisahan, “Wahai Fulan, siapa yang engkau wasiatkan kepadaku untuk aku ikuti?” Orang sholeh tersebut menjawab: “Wahai Salman, Demi Allah, tidak seorang pun yang aku tahu berjalan diatas jalan yang sama kita tempuh sehingga aku bisa berwasiat agar engkau mengikutinya. Manusia telah merubah-rubah dan mengganti agama Al Masih Isa as akan tetapi telah dekat saat diutusnya seorang nabi yang membawa agama Nabi Ibrahim yang hanif. Ia akan keluar dari tanah Arab dan berhijrah menuju wilayah yang terletak di antara dua bidang tanah berbatu hitam yang subur dengan pohon-pohon kurma. Ia memiliki tanda-tanda yang jelas, yaitu: mau memakan hadiah, tetapi tidak mau memakan sedekah dan diantara kedua pundaknya ada cap kenabian dan jika engkau melihatnya pasti engkau akan mengenalinya. Jika engkau mampu untuk tinggal di negeri tersebut maka laksanakanlah”.

Tidak lama setelah itu, sang Rahib meninggal dan dimakamkan. Salman tinggal di ‘Amu-riya beberapa saat yang dikehendaki Allah, sambil mencari-cari siapa yang dapat membawanya ke tanah kenabian sebagaimana yang dipesankan sang Rahib.

Ia terus menerus mencari hingga pada suatu hari lewatlah serombongan para pedagang dari kabilah Kalb. Lalu Salman bertanya perihal ne-geri asal mereka. Mereka memberi tahu bahwa mereka rombongan dari tanah Arab.
Salman yang sudah lama memendam kerinduan untuk berangkat ke tanah kenabian, dengan serta suatu hari, datanglah serombongan para pedagang dari tanah Arab, tepatnya dari kabilah Kalb. Mengetahui hal itu, Salman Al Farisi -Radhiyallahu ‘anhu- serta merta berkata kepada me-reka, “Maukah kalian sebagai imbalannya aku berikan sapi-sapi dan kambing-kambingku?” Salman Radhiyallahu ‘anhu memberikan seluruh sapi dan kambingnya. Mereka kemudian membawa Salman -Radhiyallahu ‘anhu- pergi. Namun ketika mereka sampai di suatu daerah yang bernama Wadil Qura, mereka merampas seluruh harta Salman –Radhiyallahu ‘anhu- yang lain dan mendzaliminya serta mengaku bahwa Salman -Radhiyallahu ‘anhu- adalah hamba sahaya mereka. Lalu mereka menjual Salman -Radhiyallahu ‘anhu- kepada seorang laki-laki dari bangsa Yahudi, dan ia menjadi budak yang melayani orang Yahudi tersebut.

Pada suatu hari datang saudara Sepupu majikannya dari Madinah, dari Bani Quraidhah, ia kemudian membeli Salman -Radhiyallahu ‘anhu- dan membawanya ke Madinah. Ketika Salman -Radhiyallahu ‘anhu- melihat kota Madinah dengan kurma-kurmanya serta bebatuan hitamnya, ia langsung tahu bahwa ini adalah tanah kenabian sebagaimana yang telah di-terangkan oleh gurunya. Ia menetap di sana dan senantiasa menanti berita tentang nabi yang akan diutus Allah.

Tahun silih berganti… dan Allah telah me-ngutus Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam, beliau tinggal di Mekah beberapa lama sementara Salman Radhiyallahu‘anhu tidak mende-ngar tentang beritanya karena kesibukan yang padat dalam melayani majikan Yahudinya. Demikian halnya ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam hijrah menuju Madinah dan tinggal di sana, Salman tidak tahu menahu tentang hal itu.

Suatu hari Salman -Radhiyallahu ‘anhu- sedang berada di atas pohon kurma milik maji-kannya (sementara majikannya duduk di bawah pohon) tiba-tiba datang seorang Yahudi dari kalangan sepupunya dan berdiri di hadapan majikannya sambil berkata: ”Wahai Fulan, celaka Bani Qilah yakni suku Aus dan Khozroj’’ mere-ka sekarang sedang berkumpul di Quba, di sisi seorang laki-laki yang baru datang dari Mekkah dan mereka menganggap bahwa dia adalah seorang Nabi. ”Ketika Salman mendengar hal itu, badannya bergetar, hatinya terbang dan dia gemetar di atas pohon kurma sampai hampir- hampir jatuh menimpa majikannya. Salman segera turun dengan cepat dan berteriak kepada laki-laki tamu majikannya,”Apa yang engkau katakan? Berita apa yang engkau bawa?”

Majikannya marah dan menamparnya de-ngan keras lalu berkata, ”Apa urusanmu de-ngan orang ini? Kerjakan tugasmu!” Salman pun terdiam dan memanjat pohon kurma sekali lagi untuk menuntaskan pekerjaannya. Sementara hatinya risau dengan berita kenabian tersebut dia ingin memastikan sifat-sifat nabi yang telah dijelaskan oleh gurunya, yaitu; mau memakan hadiah, tidak mau memakan sedekah dan di antara kedua pundaknya ada cap kenabian.

Ketika malam tiba, ia mengumpulkan se-mua makanan yang ada padanya kemudian keluar mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sementara beliau sedang duduk di Quba dikelilingi para sahabatnya. Ia menemui beliau dan berkata: ”Telah sampai kepadaku berita bahwa kalian adalah para pendatang dan membutuhkan makanan dan aku memiliki sedikit makanan yang ingin aku sedekahkan untuk kalian dan aku membawanya. ”Kemudian Salman meletakkan makanan tersebut di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan ia duduk bergeser kesudut untuk mengamati apa yang beliau perbuat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat hidangan tersebut kemudian menoleh kepada para sahabatnya seraya berkata, ”Makanlah kalian.” Sementara beliau sendiri tidak makan. Melihat hal itu ia berkata dalam hati, ”Demi Allah, ini satu tanda; beliau tidak mau makan sedekah dan tinggal dua tanda lagi.” Kemudian ia kembali kepada majikannya.

Beberapa hari kemudian ia mengumpulkan kembali makanan yang lain dan mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya mengucapkan salam kepadanya lalu berkata: ”Aku telah melihat bahwa engkau tidak mau makan sedekah dan ini adalah hadiah yang aku berikan kepadamu untuk menghormatimu dan bukan sedekah”.

Kemudian ia meletakkan hidangan itu di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau pun menjulurkan tangannya untuk mengambil makanan bersama para sahabatnya.

Melihat hal itu berkatalah Salman dalam hatinya, ”Ini adalah tanda yang kedua dan tinggal satu tanda lagi yakni melihat cap kenabian yang ada diantara kedua pundak beliau shallallahu ‘alaihi wasallam …akan tetapi bagaimana aku bisa melakukan hal itu?”.

Salman kembali untuk melayani majikannya sementara hatinya selalu terfokus dengan keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Setelah lewat beberapa hari ia pergi menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang berada di pemakaman Baqi’Al Ghorgod beliau sedang mengikuti penguburan jenazah salah seorang laki-laki dari kaum Anshor. Sal-man mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang ketika itu sedang dikelilingi para sahabatnya. Beliau mengenakan dua lembar kain, yang satu beliau Shallallahu ‘alahi wa sallam jadikan sarung, sementara yang satunya lagi dikenakan di dadanya (seperti pakaian ihram).
Salman -Radhiyallahu ‘anhu- memberi sa-lam kepada beliau Shallallahu ‘alahi wa sallam kemudian berputar ke belakang untuk melihat punggungnya. Apakah ada cap kenabian seperti yang telah diterangkan oleh gurunya? Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat Salman berputar ke belakang, beliau tahu bahwa Salman sedang mencari bukti tentang sesuatu yang telah disebutkan kepadanya.

Beliau menggerakkan kedua pundaknya lalu melepas selendang dari punggungnya maka Salman -Radhiyallahu ‘anhu- melihat cap tersebut.

Ia pun mengenalinya. Kemudian ia memeluk dan menciumi beliau serta menangis. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Duduklah engkau didepanku”. Salman berputar hingga duduk tepat di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang menanyakan khabar dan keadaannya. Salman -Radhiyallahu ‘anhu- pun menceritakan kisah kehidupannya. Ia bercerita bahwa dahulu ia adalah seorang pemuda yang hidup mewah dan meninggalkan semua kebesaran dan kewibawaannya dalam rangka mencari hidayah dan iman hingga ia berganti-ganti agama hidup bersama para rahib (pendeta Nashrani), melayani dan berguru dengan mereka sampai pada akhirnya ia menjadi budak milik seorang Yahudi yang tinggal di Madinah.

Kemudian Salman -Radhiyallahu ‘anhu- memandang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sementara air matanya membasahi kedua pipinya karena saking gembira dan senangnya. Lalu ia masuk Islam dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Setelah itu ia kembali ke majikannya yang Yahudi, menambahi tugas-tugas dan pekerjaannya.

Sementara para sahabat senantiasa bermajelis dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Salman selalu disibukkan oleh pekerjaannya sebagai budak, sehingga tak dapat ikut duduk bersama beliau Shallallahu ‘alahi wa sallam. Demikian halnya ketika terjadi perang Badar dan Uhud ia pun tak dapat ikut serta.

Mengetahui hal tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya,

”Mintalah kepada majikanmu untuk memerdekakanmu dengan imbalan sejumlah uang.” Salman -Radhiyallahu ‘anhu- segera menjumpai majikannya untuk minta memerdekakannya dengan imbalan sejumlah uang. Yahudi itu bersedia tetapi memperberat persyaratannya. Ia menuntut tebusannya berupa empat puluh awqiyah perak (=480 dirham) dan tiga ratus pohon kurma yang berupa tunas-tunas muda lalu ditanam dengan syarat tidak boleh ada satupun yang mati.

Ketika Salman -Radhiyallahu ‘anhu- mem-beritahu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang persyaratan yang diberikan oleh Yahudi tersebut, beliau bersabda kepada para sahabatnya, ”Bantulah oleh kalian saudaramu ini dengan memberi pohon-pohon kurma.” Maka kaum muslimin bersama-sama membantunya, setiap orang datang ke kebunnya untuk mengambil tunas-tunas kurma sampai terkumpul tiga ratus tunas pohon kurma.

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Wahai Salman pergilah engkau dan galilah tanah untuk menanamnya dan jika engkau sudah siap maka jangan engkau tanam sampai engkau beritahu aku.”

Salman -Radhiyallahu ‘anhu- mulai meng-gali tanah dengan dibantu oleh para saha-batnya sampai tiga ratus galian. Kemudian ia mendatangi dan memberitahu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka keluarlah beliau bersama Salman -Radhiyallahu ‘anhu- menuju kebun. Para sahabat membawakan untuk beliau tunas-tunas kurma lalu beliau shallallahu’alaihi wasallam sendiri yang memasukkan tunas-tunas tersebut dengan tangannya kedalam galian.

Berkata Salman -Radhiyallahu ‘anhu-, ”Demi Allah yang jiwa Salman ditangan-Nya, tidak ada satupun dari pohon-pohon kurma itu yang mati.” Setelah pohon-pohon kurma itu diserahkan kepada si Yahudi maka sekarang tinggallah beban harta berupa empat puluh awqiyat perak.

Pada suatu hari sekumpulan harta gha-nimah yang didapat dari peperangan dikirimkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu beliau menoleh kepada para sahabatnya dan berkata, ”Bagaimana kabar al Farisi (orang Persi) yang bermaksud untuk menebus dirinya itu?” Lalu mereka memanggil Salman -Radhiyallahu ‘anhu- untuk menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau bersabda, ”Ambillah harta ini dan tunaikan tanggunganmu wahai Salman.”
Salman -Radhiyallahu ‘anhu- mengambilnya lalu menyerahkannya kepada majikannya dan ia pun dibebaskan. Setelah itu ia senantiasa menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga beliau wafat.

Demikianlah Salman Al Farisi Radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat yang jujur dalam mencari kebenaran dan akhirnya Allah tunjukkan dia kepada dien-Nya yang haq. Ini sesuai dengan janji Allah Azza wa Jalla,

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ (٦٩)

“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam (mencari keri-dhoan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS. Al Ankabut [29]: 69).


Referensi :
Buletin al Huda, Bogor edisi ke-3 (As Sirah An Nabawiyah, Ibnu Hisyam ; Fii Bathnil Huut, Dr. Muhammad al Uraifi). 
2014@abdkadiralhamid

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to " SALMAN AL FARISI R.A. Pencari Kebenaran Sejati "

Post a Comment

Silahkan komentar yg positip