//

Manaqib AL-IMAM AL-HABIB AHMAD MASYHUR BIN TOHA AL-HADDAD, Membawa Islam ke Benua Afrika

Manaqib  AL-IMAM AL-HABIB AHMAD MASYHUR BIN TOHA AL-HADDAD, Membawa Islam ke Benua Afrika



Al-Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad adalah salah seorang generasi Alawiyin yang paling berpengaruh di benua Afrika Timur dan biasanya digelar sebagai seorang Mujaddid di sana.



Beliau lahir di Kota Qaydun, Hadhramaut pada tahun 1325 H. Beliau dibesarkan di dalam keadaan ilmu dan taqwa oleh ibunya yang sholehah Shofiyyah, yang merupakan anak Al-Imam Thahir bin Umar Al-Haddad.



Pendidikan awalnya kemudian ke dua orang ulama besar Al-Haddad yaitu Al-Habib Abdullah dan Al-Habib Alawi, dua beradik yang mengasaskan Ribath (Pondok/Pesantren) Qaydun. Al-Habib Ahmad sendiri kemudiannya menjadi guru di Ribath tersebut dalam usia yang masih muda. Beliau kemudian memasuki Ribath Tareem dan belajar pada para ulama di sana.



Sesuai dengan ilmu agama yang memerlukan penuntun belajar dengan cara bersanad dan ijazah, seperti tradisi Ulama Alawiyin, Al-Habib Ahmad telah mendapatkan ijazah dari para ulama di Hadhramaut, Hiaz, Indonesia dan Afrika Timur. Syaikh yang paling banyak menuntun rohani Al-Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad ialah Al-Imam Ahmad bin Muhsin Al-Haddar.



Awal 1350-an Hijriah, beliau menetap di Mombasa, Kenya. Selain perniagaannya di sana, beliau mengadakan halaqah ilmu di Masjid dan rumahnya. Dengan rahmat Allah beliau menjadi pemimpin, dan seorang tokoh yang disegani di sana. Masyarakat berduyun-duyun mendatangi beliau dan mendengarkan pengajiannya. Beliau juga menjadi rujukan utama dalam urusan agama dan Syaria.



Beliau juga mengadakan ekspedisi dakwah menyerukan Islam ke kawasan-kawasan pedalaman Kenya. Namanya mulai terkenal di kawasan Afrika Timur dengan gelar “Habib”.



Pada tahun 1375 H (1955 M) beliau hijrah ke Kampala, Uganda dan menetap di sana selama 13 tahun. Beliau meninggalkan perniagaan dan menumpukan sepenuh waktunya untuk mengajar dan menyeru masyarakat kepada Allah.



Banyak pemuda Afrika yang belajar dengannya, yang kemudian menjadi Qadhi, guru agama dan pendakwah. Beliau sendiri pergi ke segenap kawasan, hutan maupun gurun, untuk berdakwah terutamanya di Uganda, Congo, Tanzania dan negara-negara Afrika Timur lain. Beliau mendirikan banyak Masjid dan sekolah serta mengislamkan banyak orang di sana.



Usaha dakwah Al-Habib Ahmad di Kenya dan Uganda telah menyebabkan peningkatan yang begitu besar jumlah ummat Islam. Sebagai seorang guru yang tidak pernah mengenal penat, masyarakat yang menginginkan ilmu, barakah atau nasihat berbondong-bondong datang ke rumahnya.



Al-Habib Ahmad Masyhur benar-benar menghambakan diri sepenuhnya hanya untuk Allah. Beliau sentiasa menjaga wirid dan solat sunnah. Tidak pernah tinggal untuk bangun menunaikan Qiamullail hatta ketika musafir.



Setiap gerak, kalimah dan senyuman beliau menyegarkan ingatan kita akan kehadiran Rasulullah. Tiada yang melihat wajah beliau melainkan akan ingat Allah. “Haibah”nya menyebabkan mereka yang melihat merasa hormat, namun kelembutan dan hormat pada semua, melembutkan hati mereka yang hadir. Mereka akan terlupa segala masalah dan dapat menikmati pengalaman yang diterima oleh seseorang yang cukup dengan Allah dan RasulNya.



Di penghujung hayatnya, Al-Habib Ahmad sering bolak balik dari Afrika ke Makkah dan Madinah. Saat usianya sudah semakin lanjut, beliau menetap di Jeddah bersama keluarganya. Rumahnya sentiasa terbuka buat para tamu. Mereka mendapati dirinya seorang mursyid, pembimbing yang ikhlas dan seorang alim yang hebat.



Beliau pergi menemui sang Kekasih pada 6 Desember 1995 dalam usian 87 tahun.



Selain dakwah di Afrika dan murid-murid yang kemudian menjadi Masyaikh, Al-Habib Ahmad juga meninggalkan khazanah yang bernilai. Tulisannya yang paling masyhur berjudul Miftahul Jannah (Kunci Surga).
 ==================================


Keikhlasan Habib Ahmad dalam berdakwah di Afrika membuahkan hasil yang menggembirakan. Di Uganda saja, jumlah orang yang masuk Islam diperkirakan mencapai 60.000 orang. Belum lagi di negara lain.
Pada awalnya, pengertian da’i lebih menunjukkan orang yang menyeru orang lain masuk ke dalam Islam. Tetapi, dalam perkembangannya, dakwah lebih sering ditujukan kepada kaum muslimin saja. Tidak banyak lagi da’i yang berdakwah kepada kalangan non muslim. Di antara mereka, nama Habib Ahmad Mashyur bin Thaha Al-Haddad tercatat dengan tinta emas, karena keberhasilan dakwahnya dan pengaruhnya yang luar biasa.
Habib Ahmad Masyhur dilahirkan di kota Qaidun, lembah Du’an, Hadhramaut pada tahun 1325 H/1907 M. Ayahnya Habib Thaha bin Ali Al-Haddad termasuk wali yang mastur (tak dikenal). Ia menghabiskan sebagian umurnya di Indonesia, kemudian pada hari tuanya kembali ke hadhramaut dan wafat disana. Habib Ahmad Masyhur sungguh beruntung. Bukan hanya Ayahnya yang memiliki kelebihan dibanding kebanyakan orang. Ternyata ibunya, Syarifah Shafiyyah, juga bukan perempuan sembarangan. Ia putri Imam besar Habib Thahir bin Umar Al-Haddad. Selain dikenal sebagai hafizhah (penghafal Al-Qur’an), Syarifah Shafiyyah juga memiliki keunggulan dalam ilmu dan keshalihan.
Putra Habib Ahmad Masyhur, Habib Muhammad bin Ahmad Masyhur, dalam pengantar salah satu kitab ayahnya, mengisahkan perihal neneknya, termasuk caranya mendidik putranya. “Ibunya yang shalihah, Sayyidah Shafiyyah binti Thahir bin Umar Al-Haddad, adalah sekolah pertama baginya. Ia termasuk salah satu diantara sedikit kaum ibu yang memiliki kelebihan dalam hal ilmu, keteguhan dan keistimewaan. Ia penghafal Al-Qur’an. Sambil menyusui dan membimbingnya, ia membaca Al-Qur’an. Kepada anaknya ini, ia juga banyak menceritakan kisah para imam dan tokoh yang shalih yang pernah ia jumpai,” tulisnya.
Di antara kebiasaan Ibunda Habib Ahmad Masyhur adalah mendekatkan anaknya dengan ulama besar. Maka ketika Imam besar Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas berada di mesjid Qaidun, dia pun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Segera dia kirim putranya, Habib Ahmad Masyhur, agar dapat menunaikan shalat subuh di belakangnya. Ibunya semakin gembira, karena kemudian Habib Amad bin Hasan membacakan untuk Habib Ahmad Masyhur surah Al-Fatihah. Saat itu usianya baru kira-kira tujuh tahun. Berkat kejadian ini, Habib Ahmad Masyhur menganggap Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas sebagai salah satu gurunya.
Pada awal masa belajar, Habib Ahmad Masyhur mengambil sebagian besar ilmunya dari Habib Abdullah bin Thahir Al-Haddad dan kakaknya, Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad, tokoh besar yang pada kemudian hari dikenal sebagai mufti Johor. Kedua tokoh terkemuka ini masih kerabat dekat. Mereka sepupu ayahnya. Ia belajar di rubath Qaidun yang didirikan kedua ulama bersaudara itu. Kemudian Habib Ahmad masyhur belajar kepada banyak ulama di berbagai tempat. Di antaranya ada yang tinggal di Hadhramaut, Indonesia, Haramain (Makkah dan Madinah), dan Afrika.
Sebelum berusia 20 tahun, Habib Ahmad Masyhur mendapatkan kesempatan pergi ke Indonesia, menemani sang guru, Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad. Di Indonesia, ia berjumpa  dengan para tokoh besar, seperti Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad dan Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar. Setiap kali berjumpa dengan tokoh terkemuka, Habib Ahmad Masyhur selalu mendapatkan perhatian dan kabar yang menggembirakan tentang dirinya. Malah Habib Muhammad pernah menyanjungnya dalam syair yang ia buat sebagai balasan atas syair Habib Ahmad yang memujinya.
Habib Ahmad juga pernah mengadakan perjalanan ke Mukalla di pantai selatan Semenanjung Arab untuk mengambil ilmu dari tokoh terkemuka, Habib Ahmad bin Muhsin Al-Haddar. Selama belajar kepadanya, Habib Ahmad banyak mendapatkan rahasia besar yang membuatnya menganggap Habib Ahmad Al-Haddar sebagai salah satu gurunya yang khusus.
Pada tahun 1347 H, untuk pertama kali Habib Ahmad Masyhur menjejakkan kakinya di Afrika Timur. Ia masuk Kepulauan Zanzibar. Saat itu, imam para Habaib di sana, Habib Umar bin Ahmad bin Semith, telah pergi ke kepulauan Madagaskar. Penduduk Zanzibar menerima Habib Ahmad Masyhur dengan penuh kecintaan dan penghormatan. Kemudian ia mengadakan pengajian di masjid jami’ pada bulan Ramadhan dengan menafsirkan Al-Qur’an kepada mereka. Ia mulai dari Surah Al-Fatihah. Begitu terperinci penjelasan Habib Ahmad, sehingga selama 15 hari ia hanya menjelaskan ayat iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in (hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan).
Pada tahun 1351 H, Habib Ahmad Masyhur kembali ke Afrika dalam perjalanannya menunaikan haji. Ia masuk melalui Mombassa, pelabuhan utama Guinea. Disana, ia mendengar tentang Habib Shalih bin Alwi Jamalullail. Tergeraklah keinginannya untuk mengunjungi Beliau di Pulau Lamo, tempat tokoh ini tinggal. Saat mengetahui hal itu, Habib Shalih pun menyuruh anaknya pergi bersama beberapa muridnya ke pelabuhan untuk menjemput Habib Ahmad Masyhur. Kedatangannya disambut hangat oleh Habib Shalih yang kemudian mendoakannya, memberinya ijazah, dan memintanya menjadi imam.
Kemudian Habib Ahmad Masyhur kembalike Aden untuk melanjutkan perjalanan hajinya. Di Aden, Ia sempat mengirim surat kepada Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad di Indonesia tentang hal-hal sawahili. “Keadaan Sawahili sama seperti daerah lain dalam hal yang menyusahkan dan krisis yang terjadi. Baik orang Arabnya maupun penduduk pribuminya lemah. Mereka ditekan oleh kaum Nasrani dalam pekerjaan dan keadaan mereka. Tak ada pihak yang mengingatkan. Suara agama telah mati. Para pemberi petunjuk yang sebelumnya berada disanapun telah pergi. Peninggalan keluarga Bin Semith di Zanzibar telah lengang tak berpenghuni...,” tulisnya.
Setelah menunaikan haji, Habib Ahmad Masyhur kembali ke Afrika dan menetap di kota Mombassa. Mulailah ia mengajak orang kembali ke jalan Allah. Ia masuk ke hutan untuk berdakwah di kalangan suku pedalaman. Habib Ahmad Masyhur beruntung mendapatkan pertolongan dan perhatian Habib Umar bin Ahmad bin Semith. Beberapa kali Habib Ahmad mengunjunginya di zanzibar dan kepulauan Komoro. Sebaliknya Habib Umar pun, beberapa kali datang berkunjung ke tempatnya di Guinea. Pada tahun 1376 H, Habib Umar mengunjunginya di Kampala, ibu kota Uganda.
Sayyid Muhammad, putra Habib Ahmad Masyhur, juga menuturkan demikian. “Jika kita perhatikan kehidupan ilmiah dan amaliah Habib Ahmad Masyhur di Afrika Timur, niscaya kita mendapati rentang masa panjang yang membawa pengaruh keagamaan yang sangat besar dan mengagumkan. Kita menyaksikan sikap zuhud dan qana’ahnya dalam perdagangan yang ia jalani dalam rangka menjaga ilmu dan memelihara kehormatan diri. Namun, kita juga melihatnya sebagai orang yang mampu membagi waktu dengan baik dalam kegiatan ibadah, perbaikan masyarakat, dan kegiatan mengajar. Pelajarannya diberikan di masjid dan dihadiri banyak orang, baik ulama’, da’i, pelajar, maupun masyarakat umum. Rumahnya menjadi tujuan para penuntut ilmu. Di Afrika, mereka yang jumlahnya banyak ini, dipandang sebagai teladan dalam akhlak dan adab Islam yang lurus dan bijak.
Habib Ahmad Masyhur masuk ke Uganda tahun 1375 H/1956 M. Disana ia mendapati suku yang tak beragama. Banyak pula yang terpengaruh dengan gerakan misionaris lalu masuk Nasrani. Kaum muslimin juga ada di sana, baik dari kalangan pribumi, orang India, maupun orang Arab. Ada lagi kelompok sesat seperti, Qadiyaniyah dan Ismailiyah. Habib Ahmad berkeinginan mengajak mereka semua kepada kebenaran. Maka pergilah ia ke desa dan ke hutan di pedalaman, bahkan ia sampai ke komunitas orang kerdil di Kongo. Setiap kali ia masuk ke suatu daerah, orang menyambutnya dengan hangat dan mereka masuk Islam. Kemudian mereka mempelajari prinsip Tauhid dan dasar-dasar syari’ah. Mereka juga membangun banyak masjid.
Selama berada di Uganda, Habib Ahmad Masyhur mengalami kesulitan, karena pemerintahan Milton Obote memusuhinya. Bahkan pada masa Idi Amin yang muslim pun, kesulitan yang dialaminya tidak berakhir sama sekali. Tetapi Allah memberikan kepadanya pembantu yang benar-benar menolongnya dalam berdakwah. Sebagian mereka dari kalangan Habaib, yang lain dari orang Afrika sendiri, dan orang Asia.

Cakupan Dakwah
Tidak seperti kebanyakan da’i, yang hanya mengarahkan dakwahnya pada satu atau dua kelompok sasaran saja, cakupan dakwah Habib Ahmad sangat luas. Ia tidak hanya berdakwah kepada para penyembah berhala dan orang yang belum mengenal Islam. Berbagai kalangan muslimin juga menjadi sasaran dakwahnya. Demikian juga kelompok yang murtad atau yang sesat. Habib Ahmad sangat memerangi Qadiyaniyah, misalnya. Sebagaimana dimaklumi kelompok ini adalah salah satu aliran Ahmadiyah yang menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi dan Rasul. Padahal setelah Rasulullah SAW, tak ada lagi Nabi, apalagi Rasul. Habib Ahmad Masyhur berdebat dengan para pengikut aliran tersebut sampai dapat mengalahkan mereka dan meruntuhkan argumentasi mereka.
Ia juga menentang berbagai hal yang terdapat dalam masyarakat Islam yang menyimpang dari ajaran agama, misalnya bercampurnya laki-laki dan perempuan di acara umum dan cara berpakaian wanita muslimah yang tidak mengikuti syariat. Hal yang juga ditentangnya adalah terpengaruhnya pikiran sebagian kaum muslimin oleh pemikiran barat, baik sosialisme, komunisme, sekularisme, maupun pemikiran permisif. Di sisi lain ia juga menentang sikap dan pendirian orang yang dengan dalih menjaga agama, dengan mudahnya mengafirkan orang lain, hanya karena persoalan sepele. Padahal mereka tidak mempunyai ilmu dan wawasan yang memadai untuk membuat penilaian.
Habib Ahmad kembali dari Uganda ke Guinea pada tahun 1369 H/1969 M. Disana seperti biasanya ia memberikan pelajaran, menghadiri majelis, dan melakukan perjalanan ke pedesaan untuk mengajak penduduknya untuk memeluk Islam. Pada masa muda, ia pernah ke Etiopia dan Somalia. Ia juga dua kali mengadakan perjalanan ke Mesir. Yang pertama tahun 1970 dalam rangka berobat dan menjalani operasi. Yang kedua kira-kira tiga tahun setelah itu, ketika mendapat kabar bahwa habib Umar bin Semith, pemimpin kalangan Sayyid di Zanzibar, telah berangkat ke Mesir. Saat mendengar hal itu, habib Ahmad segera kesana untuk menemuinya. Habib Ahmad juga pernah mengadakan perjalanan ke Singapura dan Indonesia, disamping beberapa kali ke Kepulauan Komoro, Tanzania, dan Zanzibar.
Habib Ahmad tergolong orang yang segala hal ihwal dan tindakannya mengikuti sunnah Datuknya, Rasulullah SAW. Ia seperti yang digambarkan oleh Nabi SAW, “Orang terbaik dari umatku adalah mereka yang apabila dilihat, orang yang melihatnya akan teringat Allah.”
Habib Ahmad menunaikan haji setiap tahun. Selain itu selama tinggal di Jeddah, ia tak pernah meninggalkan shalat Jum’at di Masjidil Haramdi Makkah, padahal jarak keduanya cukup jauh. Itu selalu beliau lakukan baik pada musim panas, maupun musim dingin, pada musim haji atau di luar musim haji.
Di majelisnya, tak ada orang yang melakukan ghibah (membicarakan orang), namimah (mengadu domba), atau perbuatan tercela lainnya. Beliau seperti yang dilukiskan oleh Imam Al-Haddad, “Seorang arifbillah maqamnya adalah kewibawaan, hal ihwalnya adalah penyandaran diri kepada Allah, sifatnya adalah senantiasa kembali kepada Allah, selalu bermohon kepada-Nya, bersungguh-sungguh dalam berdoa seolah mendesak, menundukkan diri, khusyu’, dan melihat kekurangan pada dirinya.
Habib Ahmad Masyhur juga dikenal sebagai selalu memenuhi undangan, tak peduli siapapun yang mengundangnya. Ketika berada di berbagai negeri Afrika, ia selalu peduli dengan kondisi sosial politik disana dan ikut terlibat dalam pemilu dengan memberikan nasihat dan bimbingan bahkan membuat qashidah yang bersifat membangun. Namun Ia sendiri menolak dicalonkan untuk jabatan apapun.
Pada krisis Teluk di Kuwait 1990-an, ia banyak berdoa untuk menghilangkan beban yang ditanggung kaum muslimin disamping doa rutinnya setiap hari untuk Umat Islam seluruhnya
Rahasia kesuksesan Beliau tampaknya berkaitan dengan masalah bahasa. Selama di Afrika Timur ia mempelajari bahasa yang digunakan penduduknya yaitu bahasa Sawahili.
Setelah puluhan tahun mengabdikan diri untuk dakwah dan penyebaran ilmu di berbagai negri, pada 7 Desember 1995 (1416 H) di Jeddah, Habib Ahmad Masyhur kembali kehadirat Allah SWT, dan dimakamkan di Makkah. Puluhan ribu bahkan ratusan ribu orang yang mendapatkan hidayah melalui dakwahnya adalah saksi nyata atas perjuangan yang tak kenal lelah di medan dakwah. Semoga balasan terbaik dari Allah SWT menemani kehidupannya yang baru di alam sana.


abdkadiralhamid@2013

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Manaqib AL-IMAM AL-HABIB AHMAD MASYHUR BIN TOHA AL-HADDAD, Membawa Islam ke Benua Afrika"

Post a Comment

Silahkan komentar yg positip