//

Lima Kiat Mempertahankan Sikap Ihsan oleh Habib Ali Akbar bin Aqil



Lima Kiat Mempertahankan Sikap Ihsan oleh Habib Ali Akbar bin Aqil


Suatu hari, Abdullah bin Dinar berjalan dengan Khalifah Umar bin Khaththab r.a. dari Madinah menuju Makkah. Di tengah perjalanan mereka berjumpa dengan seorang anak yang berprofesi sebagai penggembala. Anak ini sedang turun dari tempat gembalaan dengan membawa kambing majikannya yang banyak.

Khalifah Umar ingin menguji sikap amanah si gembala. Beliau berkata, “Wahai gembala, juallah kepadaku seekor anak kambing dari ternakmu ini.” Si gembala menjawab, “ Tuan, aku ini hanya seorang budak.”
“Katakan saja pada tuanmu, bahwa anak kambing itu telah dimakan serigala,” kata khalifah.
Dengan tegas anak gembala ini menjawab, “Fa ainallah? (Lantas, di mana Allah?)” Mendengar penuturannya yang tegas, Khalifah Umar menangis haru. Beliau pun mengajak si anak gembala menjumpai majikannaya untuk dimerdekakan. Setelah dimerdekakan, Umar berkata, “Kalimat fa ainallah telah memerdekakanmu di dunia ini. Semoga ia pun memerdekakanmu di akhirat kelak.”
Mendengar kisah di atas, kita menghela nafas mengingat kembali perilaku kita dewasa ini. Betapa sering kita lupa bahwa Allah selalu melihat dan mengetahui perbuatan kita. Ketika seorang wanita dan laki-laki hidung belang melakukan transaksi ‘jual-beli’ harga diri, mereka lupa bahwa bahwa Allah selalu melihat perbuatannya.
Ketika kita berhasil mengelabui istri dari berdua-duaan dengan wanita yang bukan hak kita di sebuah motel selama berjam-jam, kita lupa bahwa Allah tidak bisa kita kelabui. Ketika seorang pejabat menyelewengkan jabatannya, menjadi makelar kasus, makelar pajak, dan mafia hukum, ketahuilah bahwa perbuatan tersebut tidak bisa lepas dari pengetahuan-Nya.
Sikap anak gembala ini, oleh Nabi Muhammad saw, dinamakan Ihsan. “Ihsan adalah Engkau mengabdi kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu.” (HR. Muslim)
Islam mewajibkan kita ber-ihsan dalam segala hal. Para penduhulu kita sungguh telah memberi contoh bagaimana bersikap ihsan, sehingga Islam mampu menjadi poros kehidupan dunia kala itu. Untuk bisa mempertahankan sikap ihsan yang sama artinya dengan mempertahankan iman, ada lima hal yang harus kita tunaikan.

Pertama, membekali dengan ilmu yang bisa mengantar kita semakin mengenal Allah SWT. Ilmu adalah cahaya yang menerangi jalan. Dengan bekal ilmu yang memadai, rasa kedekatan kita kepada Allah akan semakin bertambah. Sikap ihsan menuntut untuk selalu menambah pundi-pundi ilmu yang dengannya akan menjadi jembatan dalam mengambil kebijakan dan keputusan. Tidak tergesa-gesa dan tidak gegabah karena semuanya didasari oleh ilmu.
Anak gembala adalah contoh kongkret bagaimana ia berusaha mengamalkan pengetahuannya seputar ihsan dalam bekerja. Seolah-olah ia mengatakan, “Memang, majikan saya yang memiliki ternak ini tidak tahu bahwa aku telah menipunya, namun dapatkah aku mengelabui Allah?. Bukankah Allah melihat semua yang aku kerjakan? Dia Maha mengetahui apa yang terbesit dalam diriku, sekecil apapun itu!”

Kedua, bersahabat dengan orang shalih. Karena menurut Rasululah,
“Seseorang itu mengikuti agama, keyakinan, dan kebiasaan sahabat karibnya. Maka hendaknya ia melihat dengan siapa berkawan” (HR. Abu Dawud & Turmudzi). Teman mempunyai peran besar dalam memberi pengaruh atas perilaku seseorang.
Oleh karena itu, Luqman Al-Hakim berwasiat kepada anaknya,“Duhai anakku, hendaknya engkau (menghadiri) majlis-majlis para Ulama dan dengarkan baik-baik ucapan para ahli hikmah. Sebab Allah akan menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah sebagaimana Dia menghidupkan tanah yang mati dengan tetesan air hujan.”

Ketiga, menjadikan agama sebagai nasihat. Artinya saling menasihati dalam kebaikan dan mencegah kemunkaran minilah dalam lingkungan terkecil, yaitu keluarga.

Keempat, konsisten atau istiqamah. Pengamalan melahirkan pengalaman. Rutinkan diri kita dalam beramal kebajikan. Segala sesuatu perlu dibiasakan. Ibaratnya, jika sebelumnya kita tak terbiasa menonton televisi tapi karena terus-menerus kita melakoninya, maka aktivitas itu justru mendarah daging.
Berbuat baik, pada awalnya terasa sulit dan berat. Namun dengan tahapan-tahapan yang konsisten, kesulitan dan rasa berat akan berubah menjadi mudah dan ringan. Ihsan, bagi sebagian orang dianggap musykil. Anggapan tersebut muncul sebab tidak adanya upaya yang berkelanjutan dari waktu ke waktu. Seseorang bersikap ihsan hanya saat ada pemeriksaan oleh KPK di instansinya. Berlaku ihsan manakala orangtua mengawasi shalat kita. Berbuat ihsan hanya saat akan melaporkan keuangan perusahaan di akhir tahun.
Sejatinya, sikap konsisten dalam ihsan harus menjadi puncak kesadaran seorang manusia. Karena di mana pun dan kapan pun ia harus sadar diri, sehingga hidupnya tertuntun. Dalam keramaian atau kesendirian, ia sadar pandangan Allah tidak pernah lepas sedetikpun.
Kelima, berdoa. Usai usaha dilakukan, iktahiyar dilaksanakan, tinggal kita berdoa kepada Allah agar dikarunia sikap ihsan. Berdoa agar diberi karakter ihsan, membuat kita merasakan kehadiran Allah itu dekat.

Sumber Habib Ali Akbar bin Aqil
abdkadiralhamid@2013

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Lima Kiat Mempertahankan Sikap Ihsan oleh Habib Ali Akbar bin Aqil"

Post a Comment

Silahkan komentar yg positip